Tuesday, February 20, 2018

Kamu 2 Tahun Yang Lalu (Cerita Pendek)


Usai makan siang aku kembali ke sekolah untuk melihat pengumuman final lomba fisika itu, sebenarnya rasa kantuk jauh lebih menguasaiku daripada rasa penasaran untuk tahu hasilnya, karena aku merasa yakin tidak akan masuk final di lomba ini, tapi ya sudahlah aku masih optimis untuk bisa masuk final.
Sekejap aku sampai di sekolah, pengumuman finalnya pun sudah keluar dan semua peserta berbondong-bondong di depan papan pengumuman. Ternyata aku masuk final, aku berada di posisi ke 6 saat penyisihan, tapi aku tak lupa untuk melihat siapa di peringkat 1 nya, Yudhistira, ya nama itu lagi, nama yang sering kali ku lihat berada di posisi teratas di lomba fisika. beberapa menit kemudian finalpun di mulai, aku tak memiliki ambisi sedikitpun untuk menang di lomba ini, aku slalu pesimis. 30 menitpun akhirnya final selesai, Yudhistira datang menghampiri bangku-ku,
“kamu Dina kan?”, tanyanya seakan-akan pernah berkenalan
“Ia, emang kenapa ya?”, Tanya ku balik dengan perasaan aneh mengapa dia tahu namaku. “Ga, ga kenapa-napa. Gimana soal final tadi?”, tanyanya balik.
“Ya begitulah, bagiku cukup sulit, mungkin bagimu tidak”, ujarku merendah.
“Ah… aku cukup kecewa dengan soalnya, kurang menantang”, jawabnya dengan nada kecewa sembari kembali ke kursinya.
Aku kembali ke kosan tanpa mempedulikan hasilnya bagaimana, lalu aku tidur siang. Aku tertidur cukup pulas. Aku terbangun karna beberapa kali hpku bergetar dapat sms dan panggilan yang tak terjawab dari nomor yang tidak diketahui mengabarkan bahwa finalnya diulang kembali, karna ada 7 orang yang skornya sama. Pada akhirnya aku kembali ke sekolah lagi dengan wajah yang masih kucel usai bangun tidur siang.
Ketika aku datang, lomba pun langsung di mulai. Kali ini soalnya tak begitu sulit, hanya masalah waktu dan ketelitian. Aku terlambat mengumpulkan, aku mengumpulkannya di urutkan ke lima. Aku tak begitu kecewa karna aku merasa tak mungkin juara. Yudhistira, dia lagi, dia yang pertama kali mengumpulkan, dia memang begitu pintar pikirku.
Aku keluar ruangan lomba dan mendekati yudis.
“Yudis, kamu nomor 1 dan 2 jawabannya apa?”, Tanyaku memulai pembicaraan.
“o.. berarti aku hanya benar 1 nomor”, jawabku pelan. “kamu snmptn kemaren memilih kuliah dimana?”, Tanya ku lagi.
“pengennya sih STEI ITB, tapi rasanya aku pesimis, soalnya teman-temanku di sekolah banyak nilai raportnya yang lebih tinggi dari aku. Kamu sendiri apa?”, tanyanya balik.
“Kamu pasti bisa kok, kamu kan sering juara lomba fisika dan sekolahmu kan bagus pasti banyak yang lulus. Aku pengennya sih SAPPK ITB, tapi aku juga pesimis sih, karna aku nggak pernah punya prestasi apa apa di sekolah ini” balasku.
“Kamu tadi kesini dengan apa?”, tanyanya balik.
“Ha? Maksudmu. Aku kesini tadi jalan kaki, kan kosan ku dekat dari sini, dan sekolahku juga disini”, jawab ku sedikit heran, aku mulai berfikir kalau yudis sebenarnya salah orang mungkin aku bukan Dina yang ia maksud.
“Oh, gitu. Aku boleh tahu nomor hp kamu ga?”.
“Buat apa?”, Tanyaku.
“Ya buat aku dihubunginlah. Siapa tahu dilain waktu kita bisa berkomunikasi lagi”,
“083811597677” jawab ku, dan Yudis begitu sigap mencatat di buku fisikanya.
“terima kasih ya, aku kesana dulu”, Yudis segera pergi.
Aku melihat teman-teman sekolahku sedang berkumpul di sebuah meja, aku berjalan mendekati mereka.
“Hmm, ada yang lagi pdkt nih sama anak SMA 8”, ujar temanku Dian di depan teman-teman yang lain supaya membuatku malu.
“ciee…., dina!!!”, ujar teman teman yang lain memukuliku.
“Apaan sih kalian ini, orang juga Cuma ngomongin soal fisika yang tadi”, ujarku malu.
“Tuh dia tuh! Dia mau nyanyi buat kamu ya?”, ujar Dian merayuku, sambil menunjuk Yudis yang sedang berdiri memegang mic di atas pentas.
Yudis menyanyikan lagu, dan lagu itu memang lagu kesukaanku. Suaranya begitu bagus, aku tak lupa merekam suaranya dengan hpku. Entah rasa kagum dan suka itu mulai menyelinap-nyelinap masuk dalam lubuk hatiku.
Usai Yudis menyanyikan lagu, pengumuman pemenangpun dimulai. Aku mendapat peringkat harapan 1, dan Yudis meraih juara 1 di lomba itu. Kami sempat berfoto bersama dengan peserta lomba lainnya, tetapi aku sama sekali tidak tahu foto itu ada bersama siapa, padahal aku ingin bisa mengabadikan momen itu juga.
Usai pengumuman itu, aku ingin balik ke kosan. Aku bertemu Yudis, dia menghampiriku sambil mengacungkan tangan dan mengucapkan selamat.
“Selamat ya din, harapan 1”, ujarnya sambil tersenyum manis. Entah betapa manisnya senyuman itu bagiku, rasanya hatiku bagaikan gunung es yang mencair di kala panas mentari membakar bumi, bunga-bunga amori serasa berjatuhan menghiasi suasana itu.
“Iya, selamat juga ya buat kamu yang jadi juara satunya”, balasku dengan begitu senang.
“Aku berangkat dulu ya?”, ujarnya pamit.
“Eh, boleh aku tau nama fb kamu?”, tanyaku ragu.
Yudis langsung mengambil buku yang ada di tanganku dan menuliskan nama fb nya.
“Aku berangkat dulu ya, sampai ketemu nanti ya!!”, jawabnya melambaikan tangan
Aku melanjutkan perjalanan pulang menuju kos. Selama di perjalanan rasanya aku tidak ingin berhenti untuk tersenyum mengingat perkenalanku dengan Yudish. Mungkinkah saat itu aku terserang virus merah jambu pada pandangan pertama, entah percaya atau tidak dengan jatuh cinta pada pandangan pertama aku tidak peduli, yang kurasa saat itu hari yang menyenangkan.
Malam itu, sebelum tidur aku begitu lama menatap telepon genggam dan berfikir mengapa yudis tidak menghubungiku ya, oh iya kan dia tinggal di asrama dan di asrama itu dia tidak boleh membuka gadget sedikitpun, kemungkinan dia menghubungiku hanya pas liburan semester. Tapi ya sudahlah, aku kembali mengingat kejadian tadi siang dan membayangkan wajah Yudis yang begitu tampan dengan kacamatanya terlihat begitu cerdas, apalagi tubuhnya yang tegap karna di sekolahnya yang semimiliter sudah terbiasa latihan fisik sehingga tubuh mereka bagus.
            Esoknya aku menerima pesan dari nomor yang tak dikenal, ternyata dari Yudish, ia sempat menelfonku beberapa menit. Aku senang sekali akhirnya Yudish menghubungiku, kami sempat bahas banyak soal matematika lewat SMS, dan bahkan telfonan 10 menit, terakhir kali dia memutus telfon karena takut ketahuan penjaga asrama, karena di asramanya sama sekali tidakboleh menggunakan gadget. Semenjak itu Yudish tidak pernah lagi menghubungiku, mungkin karena UN pun semakin dekat, tapi bagiku cukup maklum kita sama-sama sibuk mempersiapkan diri untuk ujian nasional.        
Hari ini adalah hari dimana pengumuman SNMPTN diumumkan pukul empat sore. Dan betapa senangnya saat membuka pengumuman tersebut aku dinyatakan lolos di pilihan pertama yaitu SAPPK ITB. Aku penasaran bagaimana dengan Yudish, aku mencoba menghubunginya lewat telfon, ternyata nomornya tidak aktif. Padahal aku berharap sekali bisa satu kampus dengannya agar bisa bertemu lagi.
Beberapa hari kemudian,pagi itu ketika akan berangkat ke sekolah untuk mengambil ijazah aku kembali dihubungi oleh nomor yang tak dikenal,
“Halo? Siapa ya?”, tanyaku.
“Ini aku Yudish. Gimana kabarnya din?”, Tanya nya balik.
“Baik, baik. Kamu sendiri gimana?” tanyaku.
“Baik juga, bagaimana hasil SNMPTNmu?”, tanyanya penuh penasaran.
“Alhamdulillah aku lulus SAPPK ITB, kamu gimana? Tanyaku jauh lebih penasaran.
“Aku tidak lulus din”, jawabnya pundung.
“Loh kok bisa?, trus kamu sbmptn jadinya tetap milih STEI?”, tanyaku balik.
“Ya gitu, mungkin nilaiku tidak terlalu baik. Sbmptn aku rencananya ngambil Geofisika ITS aja”, jawabnya lesu.
“Ok tetap semangat ya Yud, kamu pasti bisa kok. Maaf ya, aku mau berangkat nih, telfonannya kapan-kapan aja ya kita lanjutin” ucapku memutus telfon.
Semenjak hari itu Yudish tidak pernah lagi menghubungiku, terakhir kali aku mendengar kabarnya dari temanku yang satu SMA dengan dia kalau dia lulus di teknik Geofisika ITS. Semenjak hari itu kami sibuk dengan kehidupan perkuliahan masing-masing.
Semester 4 pun berakhir, rasanya waktu begitu cepat berlalu, baru kemaren rasanya aku kegirangan dengan euphoria hasil kelulusan SNMPTN, sekarang aku telah memasuki masa liburan panjang di semester 4. Libur yang begitu panjang membuatku bosan, sesekali aku kembali membuka facebook, tiba-tiba ada notifikasi pesan dari Yudish.
“Sayang”, ujarnya dari seberang sana. Aku sudah tidak merasa girang seperti dulu kalau menerima pesan dari yudish, waktu membuat perasaanku terhadapnya menjadi biasa-biasa saja. Dengan tenang aku menjawab.
“Kamu sayangnya bertebaran dimana-mana ya?”.
“aku Cuma kangen sama kamu aja din”, ujarnya yang slalu mencoba membuatku GR
“Apanya yang dikangenin?”, tanyaku datar.
“Aku kangen kamu 2 tahun yang lalu”.
“O…, aku juga berfikiran yang sama, aku juga kangen masa-masa 2 tahun yang lalu. Kita nggak akan bisa kembali ke masa itu lagi. Hanya kenanganlah yang akan tetap hidup”, jawabku.
“Iya kamu benar din, hanya kenangannyalah yang masih tetap hidup diingatan kita. Kamu banyak berubah ya sekarang”, ujarnya diseberang sana.
“Apanya yang berubah?” tanyaku penasaran.
“Pokoknya banyak, apapun. Kamu jadi lebih dewasa pola pikirnya, lebih cantik, lebih pintar, tetapi aku tetap merindukan kamu 2 tahun yang lalu”, jawabnya.
“Memangnya ada apa dengan 2 tahun yang lalu? Kenapa kamu lebih merindukan aku di waktu itu?”, tanyaku seolah tak ada apa-apa.
“Karena 2 tahun yang lalu, kamu yang aku kenal sebagai orang yang menyukaiku. Dan sekarang kamu sudah berbeda” jawabnya. Aku terhenyak hening dan malu. Padahal aku tak pernah memberitahu perasaanku pada siapapun, apalagi padanya, mengapa tiba-tiba ia tahu disaat semuanya sudah terasa hambar.

No comments:

Post a Comment